
SOSIOLOG dari Universitas Indonesia (UI), Thamrin Amal Tomagola menilai lukisan oleh Seniman, Yos Suprapto yang menyerupai Presiden Ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi) itu tidak melanggar etika. Serta masih relevan dengan isu pangan.
"Kalau saya lihat lukisan-lukisan yang ada, yang dibuat oleh Yos Suprapto itu, itu mengarahnya memang mempersoalkan etika negara yang paling mendasar," kata Thamrin dalam diskusi bertajuk Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan di Jakarta, Minggu (22/12).
Menurut Thamrin, masalah kelemahan pangan yang saat ini terjadi karena praktik kekuasaan. Hal tersebut juga digugat oleh Yos Suprapto.
"Lemahnya komitmen dari pemerintah itu bisa terlihat dari maraknya impor barang-barang dari luar. Impor beras, impor gula, impor macam-macam yang sebenarnya kita punya. Sehingga kedaulatan untuk ditegakkan tidak ada. Karena tidak ada komitmen politik dari pemerintah," kata Thamrin.
Sebelumnya, Pameran tunggal Seniman, Yos Suprapto yang dijadwalkan dibuka di Galeri Nasional Indonesia pada 19 Desember lalu menuai pro dan kontra. Eksibisi tunggalnya bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan terpaksa ditunda.
Dilansir dari berbagai sumber, Tanggal 17 Desember, Yos Suprapto menyebut Suwarno Wisetrotomo sebagai Kurator datang ke Galeri Nasional Indonesia, melihat lukisan yang sudah dipasang. Namun, ia memintanya lukisab berjudul Konoha 1 dan Konoha 2 untuk diturunkan.
Menurut Yos, Suwarno sebagai kurator sempat melaporkan hal itu kepada Wamen Kebudayaan Giring Ganesha. Lukisan tersebut dinilai mengandung pornografi, akhirnya Yos menutup dua karya itu dengan kain sebai bentuk sensor. Namun, pada 19 Desember 2024, sebelum pameran dibuka, Yos dipanggil kembali untuk rapat. Ia diminta untuk menurunkan tiga lukisan lainnya.
Yos merasa heran karena permintaan itu disampaikan beberapa jam sebelum pameran dibuka. Ia pun tidak setuju dengan permintaan tersebut. Kondisi tersebut ternyata membuat pameran Yos tidak bisa digelar. Galeri Nasional menunda pembukaan pameran tersebut. (Van/I-2)